Monday, November 10, 2008

BAHAYA TAKFIR

PENJELASAN LEMBAGA ULAMA SENIOR ARAB SAUDI
TENTANG TERCELANYA SIKAP EKSTRIM DI DALAM PENGKAFIRAN
DAN DAMPAK NEGATIFNYA

Oleh :
Al-Allamah al-Imam asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Bazz

Penyusun dan Komentar :
Ali bin Hasan bin Ali bin Abdil Hamid al-Halaby al-Atsary

Kata Pengantar
(Syaikh Ali Hasan al-Halaby)

Segala puji hanyalah milik Alloh pemelihara alam semesta. Sholawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada utusan yang paling mulia, keluarga beliau dan seluruh sahabatnya. Dan tidaklah ada permusuhan melainkan terhadap orang-orang yang zhalim.

Amma Ba’du : Inilah penjelasan ilmiah yang mendalam, yang di dalamnya berisi penelitian dan pembahasan yang cermat, yang menetapkan suatu permasalahan yang paling urgen, yang akan memberikan faidah bagi seluruh umat dan menangkis fitnah yang membutakan.

Saya (Syaikh Ali, red.) memandang harus menyebarkan penjelasan ini dan memandang sangat urgen sekali menyebarkannya, sebagai nasehat dan amanat, dengan dua alasan :

Pertama, Mayoritas manusia tidak mengetahui dan memahami hal ini. Bahkan orang yang tahu pun tidak mau menyebarkannya [1] dan tidak mau menunjukkannya, kecuali orang-orang yang dirahmati Alloh.

Kedua, Bahwasanya di dalam penjelasan ini, terdapat penyingkapan keadaan sebagian manusia yang ghuluw (ekstrim) dan berlebih-lebihan. Yang mana mereka berbuat kejelekan dikarenakan kebodohannya terhadap agama dan mereka membinasakan mayoritas kaum muslimin dengan penyimpangan-penyimpangan mereka.

Adapun Islam itu -walhamdulillah- adalah tinggi dan mulia. Islam lebih dapat memberikan dan mengarahkan kepada kebenaran. Hanya kepada Allohlah saya meminta agar penjelasan ini [2] dapat memberikan manfaat kepada khayalak umum (umat) dan khusus (ahli ilmi), dan Dia-lah Alloh SWT yang berfirman :

“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya” (Al-Anfal : 25)

Demikianlah akhir seruan kami, segala puji hanyalah milik Alloh pemelihara alam semesta.

Penjelasan Hai’ah Kibaril Ulama (Lembaga Ulama Senior) [3]

Segala puji hanyalah milik Alloh, Sholawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah, keluarga beliau sahabat beliau dan siapa saja yang berpetunjuk dengan petunjuk beliau.

Amma Ba’du : Majelis Ha`iah Kibaril Ulama telah mempelajari di dalam daurohnya yang ke-49 yang bertempat di Tha’if, yang dimulai dari tanggal 2/4/1419 [4], mengenai apa yang telah terjadi di banyak negara-negara Islam dan selainnya, dari aktivitas takfir (pengkafiran) dan tafjir (perusakan) serta apa yang berkembang darinya seperti tertumpahnya darah dan hancurnya gedung-gedung.

Melihat bahayanya perkara ini dan dampak yang ditimbulkannya, seperti lenyapnya nyawa orang-orang yang tidak bersalah, hilangnya harta-harta yang terjaga, ketakutan manusia dan terguncangnya stabilitas keamanan, maka majelis memandang perlunya mengeluarkan penjelasan yang menerangkan hukum dari aktivitas-aktivitas ini, dalam rangka menegakkan nasehat bagi Alloh dan hamba-hamba-Nya, memelihara kehormatan dan mengeliminir kerancuan pemahaman orang-orang yang tersamar atasnya hukum perkara ini.

Maka, kami katakan –dengan (mengharap) taufiq dari Alloh- :

Pertama, Takfir merupakan hukum syar’i yang tempat kembalinya adalah Alloh dan Rasul-Nya. Sebagaimana tahlil (penghalalan), tahrim (pengharaman) dan iijab (pewajiban), kembalinya adalah kepada Alloh dan Rasul-Nya, maka demikian pula dengan takfir.

Tidaklah setiap ucapan dan amalan yang disifatkan dengan kekufuran, maka dengan serta merta menjadikan kufur akbar yang mengeluarkan dari agama. [5] Oleh karena tempat kembalinya hukum takfir adalah kepada Alloh dan Rasul-Nya, maka tidaklah boleh kita mengkafirkan kecuali dengan apa yang ditunjukkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah akan kekufurannya dengan penunjukkan yang jelas. Tidaklah cukup di dalam menvonis kafir hanya dengan syubhat (kesamar-samaran) dan dugaan semata, yang nantinya akan berkonsekuensi pada hukum-hukum yang riskan.

Apabila hudud saja ditolak karena syubhat, yang mana dampak dari hal ini lebih minim jika dibandingkan dengan dampak dari takfir, maka tentunya takfir lebih utama untuk ditolak karena syubhat. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alahi wa Salam memperingatkan dari menvonis seseorang sebagai kafir yang pada kenyataannya tidak kafir, beliau bersabda :

“Siapa saja yang mengatakan kepada saudaranya : wahai kafir, maka akan kembali (vonis) ini pada salah satu dari keduanya. Apabila ia memang kafir, maka apa yang dikatakannya benar, namun apabila tidak kafir, maka vonis itu akan kembali kepada dirinya sendiri.” (Muttafaq ‘alaihi dari Ibnu ‘Umar).

Terkadang terdapat ayat di dalam al-Qur’an atau Sunnah yang difahami darinya bahwa suatu ucapan atau perbuatan atau keyakinan adalah kufur, namun tidaklah dikafirkan orang yang disifatkan dengannya karena adanya penghalang yang menghalangi dari kekafiran.

Dan hukum ini, sebagaimana hukum-hukum lainnya, tidak bisa sempurna melainkan dengan adanya sebab-sebab dan syarat-syaratnya [6] serta hilangnya penghalang-penghalangnya. Sebagaimana hukum warisan, sebabnya adalah hubungan kekerabatan. Namun terkadang pewarisan itu tidak ada walau memiliki sebab hubungan kekerabatan, dikarenakan adanya penghalang seperti perbedaan agama misalnya. Demikian pula dengan kekufuran, dimana seorang mukmin yang terpaksa tidaklah dikafirkan.

Kadang-kadang, seorang muslim mengucapkan sebuah ucapan kufur dikarenakan terlalu bergembira, marah, atau yang semisalnya. Maka ia tidaklah kafir dikarenakan ketiadaan maksud padanya. Sebagaimana di dalam kisah ada seorang yang berkata :

“Ya Alloh, Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhan-Mu”. Ia keliru karena terlalu bergembira [7] (HR Muslim dari Anas bin Malik).

Gegabah di dalam masalah takfir akan membawa dampak kepada perkara yang krusial, seperti halalnya darah dan harta, terhalangnya pewarisan, batalnya pernikahan dan hukum lainnya yang sama dengan hukum murtad.

Lantas, bagaimana bisa hal ini dibenarkan bagi seorang mukmin untuk berani berbuat ini karena serendah-serendahnya syubhat?!

Apabila perkaranya ditujukan kepada pemerintah [8], maka ini lebih berbahaya lagi. Yang mana dapat menyebabkan mereka semakin sewenang-wenang terhadap umat, terhunusnya pedang, tersebarnya kekacauan, tertumpahnya darah dan rusaknya ummat dan negeri.

Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘Alahi Wa Salam melarang menentang mereka. Beliau bersabda :
“kecuali sampai kalian melihat kekufuran yang nyata, dan kalian memiliki burhan (keterangan yang nyata) dari Alloh.” (Muttafaq ‘alaih dari ‘Ubadah).

  Sabda beliau : “kecuali sampai kalian melihat…”, berfaidah bahwasanya tidak cukup hanya berdasarkan dugaan dan desas-desus belaka.

  Sabda beliau : “kekufuran”, berfaidah bahwasanya tidak cukup hanya kefasikan walaupun besar, seperti berbuat aniaya, minum khomr, bermain judi dan lebih condong kepada perkara yang haram.

  Sabda beliau : “nyata”, berfaidah bahwasanya tidak cukup hanya berupa kekufuran yang tidak nyata, yaitu yang tidak terang dan tampak.

  Sabda beliau : “dan kalian memiliki burhan dari Alloh”, berfaidah bahwasanya haruslah dari dalil yang terang, baik dari segi tsubut (periwayatannya) yang shohih dan penunjukannya yang shorih (terang). Tidaklah cukup dalil yang dha’if sanadnya dan samar penunjukannya.

  Sabda beliau : “dari Alloh”, berfaidah bahwasanya tidak ada gunanya ucapan salah seorang ulama walau setinggi apapun kedudukannya di dalam ilmu dan amanah, apabila ucapannya tidak ditopang dengan dalil yang shorih lagi shohih dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘Alahi Wa Salam.

Dan syarat-syarat ini menunjukkan atas riskannya perkara ini.
Intinya adalah, tergesa-gesa/gegabah di dalam takfir memiliki bahaya yang sangat riskan, sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla :

“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-A’raaf : 33).

Kedua : Apa yang berangkat dari keyakinan yang salah ini, berupa penghalalan darah, pelanggaran kehormatan, perampasan harta baik individu maupun masyarakat, perusakan pemukiman dan sarana transportasi serta penghancuran gedung-gedung bangunan.

Aktivitas-aktivitas ini dan semisalnya, adalah diharamkan secara syariat dengan kensensus kaum muslimin. Karena di dalamnya terdapat pelanggaran terhadap kehormatan jiwa manusia yang terpelihara, pelanggaran terhadap harta, terguncangnya stabilitas keamanan dan kehidupan ummat yang aman tenteram di dalam rumah-rumah dan kantor-kantor mereka, pada pagi maupun sore hari, serta pelanggaran terhadap kemaslahatan umum yang menyebabkan manusia tidak tenang dengan kehidupannya.

Islam telah menjaga harta, kehormatan dan raga kaum muslimin. Maka haram melanggarnya dan bersikap keras/ekstrim padanya. Dan termasuk apa yang disampaikan Nabi Shallallahu ‘Alahi Wa Salam pada akhir ucapannya kepada umatnya di saat haji wada’ adalah :

“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian sebagaimana haramnya hari, bulan dan negeri kalian ini.”

Kemudian Nabi melanjutkan :

”Sungguh, tidakkah telah kusampaikan?! Ya Alloh persaksikanlah!!” (Muttafaq ‘alaihi dari Abi Bakrah).

Nabi Shallallahu ‘Alahi Wa Salam bersabda :

“Setiap muslim terhadap muslim lainnya, haram darah, harta dan kehormatannya.” (HR Muslim dari Abi Hurairoh).

Nabi Shallallahu ‘Alahi Wa Salam bersabda :

“Waspadalah kalian dari kezhaliman, karena sesungguhnya kezhaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR Muslim dari Jabir).

Alloh telah menjanjikan sanksi bagi orang yang membunuh jiwa yang terlarang dengan sanksi yang pedih. Alloh SWT berfirman tentang hak seorang muslim :

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS An-Nisa’ : 93).

Alloh berfirman tentang hak seorang kafir yang dilindungi (Ahlu Dzimmah) tentang hukum bagi orang yang membunuhnya tanpa sengaja :

“Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.” (An-Nisa’ : 92).

Apabila orang kafir yang mendapatkan keamanan jika dibunuh secara tidak sengaja saja memiliki diyat (denda) dan kaffarat, lantas bagaimana dengan yang membunuhnya dengan sengaja?! Sesungguhnya kejahatannya semakin dahsyat dan dosanya semakin besar. Telah shohih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wa Salam bahwasanya beliau bersabda :

“Barangsiapa yang membunuh Mu’ahid (kafir yang memiliki perjanjian dengan kaum muslimin), tidak akan mencium aroma surga.” (Muttafaq ‘alaihi dari Abdillah bin ‘Amr).

Ketiga : Sesungguhnya majelis, ketika menerangkan hukum takfir kepada manusia tanpa didasari burhan dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wa Salam, dan bahaya mengimplementasikannya secara mutlak, yang membawa dampak buruk dan dosa, maka majelis mengumumkan kepada seluruh dunia : bahwasanya Islam berlepas diri dari keyakinan yang salah ini, dan bahwasanya apa yang terjadi di sebagian negeri berupa tertumpahnya darah orang yang tidak bersalah, hancurnya rumah-rumah, kendaraan-kendaraan dan fasilitas umum maupun khusus, serta hancurnya gedung-gedung bangunan, maka ini semua termasuk tindakan kriminalitas dan Islam berlepas diri darinya.

Demikian pula setiap muslim yang beriman kepada Alloh dan hari akhir berlepas diri darinya. Sesungguhnya aktivitas-aktivitas ini merupakan perbuatan dari orang-orang yang memiliki pemikiran menyimpang dan aqidah yang sesat, dan dia menanggung dosa dari kejahatannya sendiri. Maka tidak boleh dianggap aktivitasnya kepada Islam dan tidak pula kepada kaum muslimin yang berpetunjuk dengan petunjuk Islam, yang berpegang kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wa Salam, serta berpegang teguh dengan tali Alloh yang kokoh. Sesungguhnya aktivitas-aktivitas ini murni merupakan tindakan kriminalitas dan kejahatan yang dibenci oleh syariat dan fithrah. Oleh karena itu datang nash-nash syariat yang mengharamkannya dan memperingatkan dari berkumpul dengan pelakunya.

Alloh Ta’ala berfirman :

“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS Al-Baqoroh : 204-206)

Wajib atas seluruh kaum muslimin di manapun berada untuk saling berwasiat di dalam kebenaran, saling menasehati dan tolong menolong di dalam kebajikan dan ketakwaan, beramar ma’ruf nahi munkar dengan cara yang hikmah dan nasehat yang baik, serta berdiskusi dengan cara yang lebih baik. Sebagaimana firman Alloh SWT :

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Maidah : 2)

Dan firman-Nya Subhanahu :

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah : 71).

Firman-Nya Azza wa Jalla :

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al-Ashr)

Nabi Shallallahu ‘Alahi Wa Salam bersabda :

“Agama itu nasehat (3x)”,

seorang sahabat bertanya : “kepada siapa wahai Rasulullah?”, Rasulullah menjawab :

“Kepada Alloh, Kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan masyarakatnya.” (HR Muslim dari Tamim ad-Dari, dan Bukhari memu’allaqkannya tanpa menyebutkan sahabat.)

Nabi Shallallahu ‘Alahi Wa Salam bersabda :

“Perumpaan kaum muslimin dalam kasih sayang, cinta dan lemah lembut bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya mengeluh maka akan memanggil seluruh tubuhnya hingga turut terjaga dan merasakan demam.” (Muttafaq ‘alaihi dari an-Nu’man bin Basyir).

Ayat-ayat dan hadits yang semakna dengan hal ini banyak sekali.

Kami memohon kepada Alloh SWT dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi agar menghilangkan bencana bagi seluruh kaum muslimin dan agar memberikan taufiq kepada seluruh penguasa kaum muslimin terhadap kebaikan ummat dan negeri, memangkas kerusakan para perusak dan menolong agama-Nya dengan eksistensi mereka, serta meninggikan kalimat-Nya dan memperbaiki keadaan kaum muslimin seluruhnya di manapun mereka berada. Semoga Alloh menolong mereka di dalam kebenaran. Sesungguhnya Alloh adalah pelindung dan Is mampu untuk melaksanakannya. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alahi Wa Salam, keluarga beliau dan sahabat beliau.

(Sumber : Bayaanu Ha`iati Kibaaril Ulama’ fi Dzammil Ghuluwwi wat Takfiiri wa maa yansya`u ‘anhu min atsarin khathirin, oleh Markaz Imam Albani, Yordania)

Catatan Kaki :

[1] Karena perkaranya menurut kebanyakan dari mereka adalah dapat dipilah-pilah. Apabila selaras dengan hawa nafsunya maka disebarkan dan apabila menyelisihi hawa nafsunya maka disembunyikan dan dihilangkan!! Maka sesungguhnya fatwa para ulama inimenyelisihi hawa nafsu mereka, yang mana para ulama dengan fatwa ini -menurut mereka- adalah bodoh terhadap fiqhul waqi’ (realita zaman) dan rancu dengan irja’. maka demi Alloh, sesungguhnya hal ini adalah musibah besar dan bencana yang dahsyat.
[2] Penjelasan ini termasuk penjelasan dan fatwa ilmiah terakhir dari Samahatis Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu kurang dari 9 bulan sebelum beliau wafat, yang disebarkan oleh Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah no. 56, bulan Shofar 1420, langsung pasca wafatnya syaikh.
[3] Saya telah memberi komentar (ta’liq) dan keterangan (syarah) pada penjelasan ini dengan menyandarkan kepada Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah fi Dzammi Murji’ah wal Irja’ (Fatwa Komite Tetap tentang Tercelanya Kelompok Murji’ah dan Faham Irja’) di dalam sebuah risalah kecil yang sedang dicetak, yang kuberi judul dengan Kalimatun Sawa`un fin Nushroti wats Tsana`i ‘ala Bayani Ha`iah Kibaril Ulama’ wa Fatawa al-Lajnah ad-Da`imah lil Ifta’ fi Naqdli Ghuluwi Takfir wa Dzammi Dholalatil Irja’ (Kalimat yang Sepadan di Dalam Menyokong dan Menyanjung Penjelasan Lembaga Ulama Senior dan Fatwa Lembaga Tetap Untuk Fatwa Yang Mengkritik Sikap Ghuluw di Dalam Takfir dan Mencela Kesesatan Irja’) –yang sedang dicetak, alhamdulillah-. (Buku ini telah terbit, pent.)
[4] Adalah wafatnya Samahatu Ustadzuna asy-Syaikh al-Imam Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu pada tanggal 27/1/1420 H.
[5] Sesungguhnya kufur itu ada dua macam : Kufur asghar yang tidak mengeluarkan dari agama dan kufur akbar yang mengeluarkan dari agama. Kufur akbar itu bermacam-macam, seperti istihlal (penghalalan), imtina’, juhud (pengingkaran), takdzib (pendustaan), nifaq, dan syak (ragu-ragu) dan ia memiliki sebab-sebab yang dapat menghantarkan kepada kekufuran, yaitu ucapan, perbuatan dan keyakinan.
[6] Pada ucapan Syaikhul Islam rahimahullahu dalam Majmu’ al-Fatawa (14/118), terdapat penjelasan tentang syarat-syarat ini. Beliau berkata tentang hokum orang yang berbicara dengan ucapan kufur :“Dan apabila ia : (1) mengetahui apa yang diucapkannya, dan dirinya (2) memiliki pilihan serta (3) bermaksud dengan apa yang ia ucapkan, maka yang demikian ini ucapannya dianggap kufur”.Saya (Syaikh Ali Hasan, pent.) katakan : kebalikan/lawan dari syarat-syarat di atas merupakan penghalang-penghalang kekafiran.
[7] Terlalu gembira merupakan sebab adanya penghalang yang menghalangi pengkafiran terhadap dirinya, yaitu karena ketidaksengajaan (ketiadaan maksud). Ketiadaan maksud untuk melaksanakan tidaklah mengkafirkan. Maka perhatikanlah!!! Kecuali orang yang bermaksud sedangkan dia tidak dalam keadaan terpaksa, maka dianggap sebagai kekufuran, baik itu ucapan maupun amalan yang dapat menghilangkan keimanan dari segala sisi, seperti mencela Alloh atau Rasul-Nya SAW, atau yang semisal dengannya. Hal ini termasuk kekafiran yang mengeluarkan dari agama alias murtad.
[8] Yaitu : dari kalangan penguasa kaum muslimin, semoga Alloh memperbaiki negeri dan umatnya dengan eksistensi mereka. Bukanlah termasuk pendapat yang kuat mengenai dalil yang sering digunakan oleh para penyeleweng yang berdalil dengannya untuk mengkafirkan seluruh penguasa muslim, yaitu firman Alloh : “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Alloh maka termasuk orang-orang yang kafir.”Sungguh indah ucapan Imam Ahmad rahimahullahu : “Kufur itu ada yang tidak mengeluarkan dari agama. Sebagaimana keimanan yang ba’dhuhu duna ba’dhin (sebagiannya bukanah bagian lainnya). Demikian pula dengan kufur (ada yang kufrun duna kufrin / kekufuran yang tidak mengkafirkan, pent.), sampai datangnya perkara yang tidak diperselisihkan padanya.” (Majmu’ al-Fatawa Syaikhul Islam VII/254).

Sumber:http://abusalma.wordpress.com/2006/10/30/155/

Saturday, November 8, 2008

KHAWARIJ MODEN

Khawarij Moden[1]

Oleh : Dr Azwira Abdul Aziz ,Jabatan Pengajian Al-Quran & As-Sunnah, Fakulti Pengajian Islam, UKM, Bangi

Pendahuluan
Berdasarkan nas-nas syarac dan fakta-fakta sejarah, Khawarij dianggap sebagai kumpulan sesat yang terkeluar daripada kelompok Ahli Sunnah Wa Al-Jamaah disebabkan ideologi dan tindakan mereka yang menyimpang dari ajaran Islam yang sebenar. Meskipun pada zahirnya mereka nampak sangat beriltizam dengan ajaran agama, namun hakikatnya mereka telah terkeluar dari Islam melalui lidah Nabi s.a.w. sendiri. Bahkan baginda menyatakan kesungguhan untuk memerangi dan menghapuskan mereka seluruhnya serta menjanjikan ganjaran pahala yang besar di sisi Allah S.W.T bagi sesiapa yang memerangi mereka

[1] Kertas dibentangkan dalam Daurah Ta’lim Sunnah Siri II, anjuran INTIS Consultant & Training di Surau al-Muhajirin, Taman Sri Ukay, Kuala Lumpur pada 20 September 2008.

Juga edisi PDF di sini


. Ulama firaq telah menggunakan beberapa istilah tertentu seperti al-Muhakkimah[2], ash-Shurah[3], al-Haruriyyah[4], al-Harariyyah[5], an-Nawasib[6] dan al-Mariqah[7] sebagai gelaran bagi puak khawarij yang memang ada signifikasinya tersendiri[8]. Gelaran khawarij moden bukan dilihat dari segi persamaan nama dan gelaran, kerana dalam konteks semasa tiada sesiapa lagi yang memakai gelaran-gelaran khawarij lampau. Tetapi apa yang dilihat sebenarnya ialah persamaan ideologi dan ciri antara kelompok-kelompok umat Islam semasa dengan puak khawarij terdahulu. Justeru, untuk mengetahui kelompok manakah yang menyamai puak khawarij serta layak untuk ‘ditabalkan’ sebagai khawarij moden, maka perlu difahami terlebih dahulu apakah definisi, ideologi dan ciri golongan khawarij itu.

Definisi

Perkataan khawarij dari segi bahasa adalah kata jamak bagi kharij, bermaksud ‘yang keluar’, manakala dari segi istilah ia ditakrifkan sebagai: golongan yang melucutkan ketaatan dan mengisytiharkan penentangan terhadap khalifah yang sah[9]. Dari segi sejarah, nama khawarij dikhususkan kepada kumpulan terawal yang melucutkan ketaatan terhadap Khalifah cAli Ibn Abi Talib r.a[10]. Para fuqaha Islam menamakan golongan penentang khalifah yang ada kekuatan pengikut sebagai bughah[11]. cAbd Al-Qahir al-Baghdadi (M 429 H) membahagikan mereka kepada 20 puak [12], namun, secara umumnya hanya enam puak sahaja yang dilihat sebagai puak utama, iaitu: al-Muhakkimah al-Ula, al-Azariqah, an-Najdat, as-Sufriyyah, al-cAjaridah, al-Ibadiyyah dan ath-Thacalibah, daripada enam puak inilah terpecahnya pelbagai cabang puak khawarij yang lain[13].

Hadith Berkenaan Khawarij

Golongan khawarij diberi perhatian serius dalam pengajian aqidah Islam kerana banyak hadith Nabi s.a.w. yang berstatus mutawatir telah mengisyaratkan tentang ancaman dan bahaya kesesatan mereka. Boleh dikatakan semua pembuku hadith ada meriwayatkan hadith tentang mereka, cuma yang berbeza hanyalah pada panjang pendeknya. Kata Abu Sacid al-Khudriyy r.a.:

بعث علي رضي الله عنه وهو ظاهرا من اليمن بذهبة في أديم مقروظ لم تحصل من ترابها إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقسمها رسول الله صلى الله عليه وسلم بين أربعة نفر الأقرع بن حابس الحنظلي وعيينة بن بدر الفزاري وعلقمة بن علاثة العامري وزيد الخير الطائي، فغضبت قريش فقالوا أيعطي صناديد نجد ويدعنا كنا نحن أحق بهذا من هؤلاء. فبلغ ذلك النبي صلى الله عليه وسلم فقال: ألا تأمنوني وأنا أمين من في السماء يأتيني خبر السماء صباحا ومساء إني إنما فعلت ذلك لأتألفهم. فقام رجل من بني تميم ذو الخويصرة كث اللحية مشرف الوجنتين غائر العينين ناتىء الجبين محلوق الرأس مشمر الإزار فقال اتق الله يا محمد! فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ويلك أو لست أحق أهل الأرض أن يتقي الله فمن يطع الله إن عصيته أيأمنني على أهل الأرض ولا تأمنوني ومن يعدل إن لم أعدل قد خبت وخسرت إن لم أعدل؟ ثم أدبر الرجل فقال عمر بن الخطاب (أو خالد بن الوليد): يا رسول الله ألا أضرب عنقه؟ فقال: لا لعله أن يكون يصلي، معاذ الله أن يتحدث الناس أني أقتل أصحابي. قال: وكم من مصل يقول بلسانه ما ليس في قلبه. فقال: إني لم أومر أن أنقب عن قلوب الناس ولا أشق بطونهم. ثم نظر إليه وهو مقف فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إنه يخرج من ضئضيء هذا قوم أحداث الأسنان سفهاء الأحلام يقولون من خير قول البرية ليس قراءتكم إلى قراءتهم بشيء ولا صلاتكم إلى صلاتهم بشيء ولا صيامكم إلى صيامهم بشيء تحقرون صلاتكم مع صلاتهم يقرأون القرآن يحسبون أنه لهم وهو عليهم يقرأون القرآن لينا رطبا لا يجاوز حناجرهم يقتلون أهل الإسلام ويدعون أهل الأوثان يمرقون من الإسلام كما يمرق السهم من الرمية ينظر إلى نصله ورصافه ونضِيّه وقُذذه فلا يوجد فيه شيء، سبَق الفرْثَ والدّمَ، لئن أدركتهم لأقتلنهم قتل عاد فإذا لقيتموهم فاقتلوهم فإن في قتلهم أجرا لمن قتلهم عند الله يوم القيامة، آية ذلك فيهم رجل أسود مـُخْدَج اليد ليس له ذراع على رأس عضده مثل ثدي المرأة أو مثل البضعة تدردر عليه شعرات بيض، سيماهم التحليق هم من شر الخلق يقتلهم أدنى الطائفتين إلى الحق، يخرجون على حين فرقة من الناس. قال علي: لو لا أن تَبْطَروا لحدّثتكم بما وعد الله الذين يقتلونهم على لسان محمد صلى الله عليه وسلم. قال أبو سعيد: فأشهد أني سمعت هذا من رسول الله صلى الله عليه وسلم وأشهد أن علي بن أبي طالب رضي الله عنه قاتلهم وأنا معه فأمر بذلك الرجل فالتمس فوجد فأتي به حتى نظرت إليه على نعت رسول الله صلى الله عليه وسلم الذي نعت".

Maksudnya: “cAli r.a. telah menghantar ketulan emas yang belum dibersihkan dari tanah, hasil kemenanganya dari Yaman kepada Rasulullah s.a.w. lalu baginda membahagikannya kepada al-Aqrac Ibn Habis al-Hanzaliyy, cUyainah Ibn Badr al-Fazariyy, cAlqamah Ibn cUlathah al-cAmiriyy dan Zaid at-Taiyy. Tetapi pembahagian itu telah membangkitkan kemarahan Quraisy kerana mereka menganggap baginda s.a.w. lebih mengutamakan pembesar-pembesar Najd daripada mereka. Mengetahui hal itu, Baginda s.a.w. menegur mereka: “Kenapa kamu tidak mempercayai kejujuranku, sedangkan aku adalah pemegang amanah (agama) bagi pihak langit, wahyu datang kepadaku pagi dan petang, sesungguhnya hanya sanya aku lakukan itu untuk menjinakkan (hati) mereka. Tiba-tiba bangun seorang lelaki dari Bani Tamim yang dikenali sebagai Zu al-Khuwaisirah, berjanggut lebat, bertulang pipi tinggi, bermata dalam, berdahi nonjol, berkepala botak, berkain singkat, seraya berkata: “Bertaqwalah kamu kepada Allah wahai Muhammad!’. Lalu Rasulullah s.a.w. menjawab: “Celakalah kamu! Bukankah aku orang yang paling berhak untuk bertaqwa? Siapakah lagi yang taat kepada Allah jika aku menderhakaiNya? Kenapa Dia boleh mempercayaiku atas sekelian penduduk bumi sedangkan kamu tidak percaya kepadaku, siapakah lagi yang adil jika aku tidak adil, sesungguhnya rugilah aku jika aku tidak berlaku adil? Kemudian lelaki itupun beredar dan Umar (atau Khalid Ibn al-Walid) r.a. berkata: “Izinkan aku memenggal lehernya”. Baginda s.a.w. menjawab: “Jangan, boleh jadi dia bersolat, minta dilindungi Allah daripada orang bercakap-cakap bahawa aku telah membunuh sahabatku, biarkan dia kerana dia ada pengikut”. Umar (atau Khalid Ibn al-Walid) r.a. berkata: “Berapa ramai orang bersolat tetapi dia bercakap apa yang tidak dicakap oleh hatinya? Baginda s.a.w. menjawab: “Sesungguhnya aku tidak diperintahkan untuk membelah perut manusia dan menebuk hati mereka. Kemudian baginda s.a.w. memandang kepada lelaki yang sedang beredar itu seraya bersabda; “Sesungguhnya akan lahir dari keturunan lelaki ini golongan yang berumur muda dan berakal pendek, mereka bercakap dengan percakapan yang baik (pada zahirnya), bacaan quran, solat dan puasa kamu tidak setanding bacaan, solat dan puasa mereka, kamu akan rasa solat kamu lekeh berbanding solat mereka, mereka sangka quran yang mereka baca adalah hujah untuk mereka tetapi sebaliknya ia adalah hujah ke atas mereka, mereka membaca quran dengan lunak tetapi ia tidak melepasi halqum mereka, mereka memerangi orang Islam tetapi membiarkan saja para penyembah berhala, mereka terkeluar dari Islam sebagaimana anak panah menembusi sasarannya, dilihat pada mata panah, pengikat mata panah, kayu panah dan sirip panah tiada sebarang kesan darah dan bulunya, sekiranya aku sempat bertemu mereka nescaya aku akan perangi mereka seperti kaum cAd, sekiranya kamu bertemu mereka maka perangilah mereka kerana memerangi mereka menjanjikan ganjaran pahala yang besar di sisi Allah S.W.T. pada Hari Kiamat. Petanda hal itu ialah di kalangan mereka ada seorang lelaki hitam bertangan pendek tanpa lengan, di hujung labu lengannya terdapat lebihan daging seperti payu dara perempuan yang ada beberapa helai bulu putih dan bergerak-gerak. Tanda pengenalan mereka ialah at-tahliq (bercukur kepala)[14], mereka adalah sejahat-jahat makhluk, mereka akan diperangi oleh salah satu daripada dua kumpulan yang lebih dekat kepada kebenaran. Mereka keluar (menentang khalifah) ketika orang ramai dalam keadaan berpecah belah”. Kata cAli r.a: “Jika tidak kerana bimbangkan kamu mengurangkan amalan, nescaya aku akan beritahu apa (ganjaran) yang Allah telah janjikan untuk orang yang memerangi mereka melalui lidah Nabi Muhammad s.a.w.”. Kata Abu Sa’id r.a: “Aku bersaksi bahawa sesungguhnya aku mendengar (hadith) ini daripada Rasulullah s.a.w. dan aku bersaksi bahawa sesungguhnya aku bersama (Khalifah) cAli Ibn Abi Talib r.a. telah membunuh mereka, lalu beliau perintahkan agar dicari (mayat) lelaki tersebut sehingga ia djumpai dan dibawa kepadanya, sesungguhnya aku telah melihat tanda-tandanya betul sebagaimana yang telah disifatkan oleh Rasulullah s.a.w.”[15].

Ideologi Dan Ciri Khawarij

Hadith di atas mengandungi banyak penjelasan tentang tanda dan sifat puak khawarij. Maka itu Imam Muslim meletakkannya di bawah beberapa judul bab, antaranya bab berjudul: “Bab pada menyatakan (ciri-ciri) Khawarij dan sifat-sifat mereka”[16]. Namun, sebahagian daripada ciri-ciri itu adalah tanda-tanda fizikal khusus bagi puak khawarij yang muncul di zaman para Sahabat r.a. Tanda-tanda seperti berkepala botak, berkulit hitam, bertangan pendek, berjanggut lebat, bertulang pipi tinggi, bermata dalam, berdahi nonjol dan berkain singkat tidak boleh dijadikan ukuran dan tidak boleh dipantulkan ke atas mana-mana individu atau golongan pada hari ini. Justeru, kertas ini akan fokus kepada beberapa ciri umum yang menunjukkan persamaan dan perkaitan antara golongan khawarij lama dan khawarij moden. Ciri-ciri tersebut ialah:

1. Suka Bertakalluf.

Takalluf bermaksud menimbulkan persoalan yang tidak perlu atau buat perkara yang susah atau memikul beban yang tidak biasa dipikul[17]. Allah S.W.T berfirman (maksudnya): "Katakanlah (Wahai Muhammad): "Aku tidak meminta daripada mu sebarang bayaran kerana menyampaikan ajaran Al-Quran ini, dan bukanlah aku dari golongan yang bertakalluf"[18]. Seorang lelaki bertanya cUmar Ibn Al-Khattab r.a. maksud perkataan abba yang terkandung dalam ayat 31 surah cAbasa, tetapi cUmar tidak melayan persoalan lelaki itu, sebaliknya beliau menjawab: “Kami dilarang daripada bertakalluf[19]. Para Sahabat r.a. sedia memahami maksud perkataan abba itu sebagai sejenis tumbuhan yang terdapat dalam Syurga. Meskipun mereka tidak tahu jenis dan bentuknya secara terperinci, namun kefahaman itu sudah memadai untuk memberi keyakinan terhadap Hari Akhirat dan nicmat Syurga. Justeru, mereka menahan diri daripada menyoal Nabi s.a.w. mengenai perinciannya kerana pertanyaan seumpama itu termasuk dalam ertikata takalluf yang dilarang syarac. Imam Al-Bukhari (M 256 H) ketika meriwayatkan hadith ini, meletakkannya di bawah bab berjudul:

"Bab: (Pada menyatakan) perkara yang makruh (dibenci), seperti banyak bersoal dan takalluf dengan persoalan yang tidak berfaedah serta (pada menyatakan) firman Allah S.W.T. yang bermaksud: "Jangan kamu bertanya tentang sesuatu yang jika diberitahu ia akan menyusahkan kamu"[20].

Berdasarkan judul bab Bukhari ini, dapat disimpulkan bahawa persoalan berlebihan tanpa faedah yang bersifat memaksa dan menyiksa adalah sebahagian daripada ciri-ciri takalluf yang dilarang oleh syarac. Dalam hadith lain, Al-Mughirah Ibn Syucbah r.a, berkata: "Sesungguhnya baginda s.a.w. melarang daripada bercakap begitu begini, juga daripada banyak bersoal (perkara tidak perlu)"[21]. Menjelaskan maksud hadith ini, Al-Hafiz Ibn Hajar Al-cAsqalani (M 852 H) berkata: “Oleh itu, sekumpulan ulama salaf tidak suka mempersoalkan perkara yang tidak berlaku kerana ia mengandungi maksud takalluf dan melampau serta melontar andaian tanpa keperluan dalam perkara agama”[22].

Islam jelas melarang umatnya daripada mempersoal dan mengandaikan perkara agama sehingga melebihi dan bercanggah dengan kehendak nas. Apatah lagi jika persoalan dan andaian itu hanya akan menambahkan beban kesusahan. Malangnya, perkara seperti inilah yang sangat digemari oleh golongan Khawarij sehingga ia menjadi faktor utama yang menyesatkan mereka. Lihatlah bagaimana mereka mempersoalkan pembahagian harta yang dibuat oleh Nabi s.a.w., meskipun baginda telah memberikan alasan yang begitu lojik dan islamik, namun mereka tetap mempertikaikannya. Kemudian mereka pertikaikan pula segala pendapat dan ijtihad para Khalifah Islam sehingga akhirnya mereka sanggup mengkafir, memerangi dan membunuh para Sahabat r.a. Semua itu adalah kerana sikap mereka yang suka bertakalluf dalam perkara agama. Dalam sebuah hadith, seorang perempuan bernama Ma’azah berkata:

“Aku bertanya Aishah r.a. kenapa wanita haid wajib qada (ganti) puasa tetapi tak perlu ganti solat”? Lalu beliau bertanyaku: “Adakah kamu seorang haruriyyah”? Aku menjawab: “Aku bukan dari golongan haruriyyah cuma saja aku nak tanya”. Lalu beliau menjawab: “Kami datang haid (pada zaman Nabi s.a.w.) lalu kami disuruh supaya qada puasa dan kami tidak disuruh supaya qada solat”[23].

Aishah r.a. bertanya Ma’azah tentang kecenderungan mazhabnya kerana persoalannya itu mengandungi unsur takalluf yang telah menyesatkan puak khawarij. Para Sahabat di zaman Nabi s.a.w. menerima syariat seumpama itu dengan mudah tanpa mempersoalkannya, sehingga muncullah puak khawarij yang mempersoalkannya. Lalu mereka mewajibkan perempuan haid qada solat sebagaimana qada puasa, bahkan ada yang mewajibkan kedua-dua solat dan puasa ke atas perempuan haid.

2. Menolak Konsep Taysir.

Islam adalah agama yang menekankan prinsip at-taysir (memudah dan meringankan) sebagai salah satu dasar utamanya. Nabi s.a.w bersabda (maksudnya):

“Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah, tiada sesiapa yang menjadikan agama ini susah melainkan dia akan tewas. Maka hendaklah kamu perbetulkan, dekatkan, gembirakan dan mohonlah pertolongan (gunalah kesempatan) daripada perjalanan pada waktu pagi dan petang serta sedikit daripada perjalanan pada waktu awal malam”[24].

Dalam sebuah hadith lain, ketika Nabi s.a.w. mengutuskan Mucaz Ibn Jabal r.a. dan Abu Musa Al-Asycari r.a. ke Yaman, baginda berpesan kepada kedua-duanya: “Hendaklah kamu berdua permudahkan jangan menyusahkan, gembirakan jangan menakutkan, hendaklah saling bekerjasama dan jangan berbeza pendapat”[25]. Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadith ini di bawah beberapa judul bab yang berbeza dalam kitab Sahihnya, antaranya di bawah bab berjudul: “Bab: (Pada menyatakan) sabda Nabi s.a.w: “Hendaklah kamu permudahkan jangan menyusahkan”, kerana sesungguhnya Baginda sukakan peringanan dan kemudahan untuk manusia”[26]. Disebabkan kejahilan mereka tentang sunnah, maka mereka pesimis terhadap sunnah-sunnah yang bersifat taysir, lalu mereka pertikai dan menolaknya. Dalam hal ini, Al-Azraq Ibn Qais meriwayatkan:

كنا على شاطئ نهر بالأهواز نقاتل الحرورية فجاء أبو برزة الأسلمي على فرس فصلى وخلى فرسه فانطلقت الفرس فترك صلاته وتبعها حتى أدركها فأخذها ثم جاء فقضى صلاته فجعل رجل من الخوارج يقول: اللهم افعل بهذا الشيخ ترك صلاته من أجل فرس، فأقبل فقال إني سمعت قولكم، ما عنفني أحد منذ فارقت رسول الله صلى الله عليه وسلم وإني غزوت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ست غزوات أو سبع غزوات وثمان وشهدت تيسيره وإني إن كنت أن أراجع مع دابتي أحب إلي من أن أدعها ترجع إلى مألفها فيشق علي إن منـزلي متراخ فلو صليت وتركت لم آت أهلي إلى الليل.

Maksudnya: “Kami sedang berada di tebing sungai Ahwaz (di Iraq) untuk memerangi puak Haruriyyah, tiba-tiba Abu Barzah Al-Aslamiyy datang menunggang kuda lalu bersolat sambil melepaskan (tali) kudanya. Tiba-tiba kuda itu meninggalkannya lantas beliau menghentikan solat dan mengejarnya sehingga dapat. Kemudian, beliau datang semula untuk menunaikan solatnya. Seorang lelaki khawarij berkata: “Ya Allah! binasakanlah orang ini, dia telah meninggalkan solatnya kerana seekor kuda”. Abu Barzah tampil seraya berkata: Sesungguhnya aku dengar kata-kata kamu, semenjak Rasulullah s.a.w. wafat tiada seorang pun yang bercakap kasar denganku, sesungguhnya aku pernah menyertai enam hingga lapan peperangan bersama Rasulullah s.a.w. dan aku telah menyaksikan (pendekatan) taysir baginda (dalam ibadat), sesungguhnya aku lebih suka pulang bersama binatang tungganganku daripada membiarkannya kembali ke tempatnya sehingga menyusahkanku, sesungguhnya jarak rumahku jauh, jika aku solat dan biarkan nescaya aku tak dapat kembali kepada keluargaku sampai ke malam”[27].

Hadith ini jelas menunjukkan bahawa golongan khawarij tidak menerima kemudahan bergerak dalam solat untuk tujuan yang mustahak, meskipun ia menepati sunnah Nabi s.a.w. dan menepati konsep taysir yang menjadi dasar penting dalam ajaran Islam.

3. Berpegang Dengan Falsafah ‘Bidah Hasanah’.

Dalam sebuah athar[28] sahih riwayat ad-Darimi, Abu Musa Al-Asycari r.a. memberitahu Ibn Mascud r.a. bahawa beliau melihat di masjid sekumpulan lelaki sedang duduk dalam halaqah-halaqah (bulatan) zikir untuk bertakbir, bertahlil dan bertasbih dengan menggunakan biji-biji batu mengikut cara yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi s.a.w. dan juga para Sahabat r.a.. Mendengar yang demikian itu, Ibn Mascud menuju ke masjid itu lantas menegur mereka dengan katanya:

“Hitunglah amalan buruk kamu itu kerana aku jamin bahawa amalan baik kamu tidak akan hilang sedikitpun. Celakalah kamu wahai umat (Nabi) Muhammad! Alangkah cepatnya kebinasaan kamu, para Sahabat Nabi s.a.w. masih ramai, baju baginda inipun masih belum hancur dan bekas makanannya pun belum pecah. Demi yang nyawaku di TanganNya! Adakah sesungguhnya kamu berada di atas agama yang lebih baik dari agama Muhammad atau kamu sebenarnya pembuka pintu kesesatan?”.

Mendengar kata-kata Ibn Mascud itu, mereka menjawab: “Demi Allah! wahai Abu cAbd Ar-Rahman[29]! Tujuan kami hanya untuk kebaikan”. Mendengar jawapan mereka itu, lalu Ibn Mascud berkata: “Berapa ramai orang yang bertujuan baik tetapi tidak kena (caranya). Sesungguhnya Rasulullah SAW memberitahu kami: “Bahawa ada satu kaum yang membaca al-Quran tidak melebihi kerongkong mereka”[30]. Demi Allah! Aku tak tahu boleh jadi kebanyakan mereka itu adalah dari kalangan kamu”. Menjelaskan kata-kata Ibn Mascud ini, cAmr Ibn Salamah[31] berkata (maksudnya): “Kami melihat semua lelaki yang berada dalam halaqah itu menyertai puak Khawarij lalu menyerang kami pada hari peperangan An-Nahrawan [32].

Athar ini menunjukkan bahawa amalan berzikir dalam halaqah beramai-ramai adalah amalan bidcah puak Khawarij yang memerangi para Sahabat r.a. dalam peperangan an-Nahrawan. Manakala jawapan yang mereka berikan kepada Ibn Mascud r.a. itu pula menunjukkan bahawa mereka membela amalan bidah mereka dengan falsafah ‘bidah hasanah’.

4. Membalut Kebatilan Dengan Kebenaran.

Telah disebutkan sebelum ini bahawa puak khawarij dikenali dengan beberapa gelaran seperti al-Muhakkimah dan asy-Syurah yang menggambarkan seolah-olah mereka berada di atas landasan kebenaran. Gelaran al-Muhakkimah misalnya diberi kerana slogan yang sering mereka laungkan ialah ‘tiada hukum melainkan bagi Allah’, kononnya mereka hanya berhukum dengan hukum Allah sebagaimana firmanNya yang bermaksud; “Hanya Allah jualah yang menetapkan hukum, Dia menerangkan kebenaran, dan Dialah sebaik-baik yang memberi keputusan"[33]. Begitu juga dengan gelaran asy-Syurah kerana mereka mendakwa kononnya mereka menjual diri mereka kepada Allah, sanggup berkorban nyawa keranaNya, sebagaimana firmanNya yang bermaksud: “Sesungguhnya Allah membeli nyawa dan harta orang beriman dengan balasan syurga (kerana) mereka berperang pada jalan Allah…”[34].

Tidak dinafikan bahawa gelaran yang mereka pakai itu mengandungi maksud yang baik dari segi bahasanya, manakala slogan yang mereka laung-langkan itu juga adalah slogan yang benar pada asalnya. Namun, hakikatnya semua itu hanyalah gimik yang bertujuan untuk mengaburi kebatilan yang mereka lakukan terhadap khalifah dan umat Islam. Sebagaimana sabda Nabi s.a.w. (maksudnya): “…Mereka bercakap dengan percakapan yang baik (pada zahirnya)…”. Menjelaskan hal ini cAli Ibn Abi Talib r.a. berkata: “Perkataan benar yang bertujuan batil (jahat)”[35].

5. Membaca Quran Tanpa Penghayatan Dan Keikhlasan.

Sabda Nabi s.aw (maksudnya): “…Mereka membaca al-Quran dengan lunak tetapi ia tidak melepasi halqum mereka…”. Menjelaskan maksud sabda ini, Imam an-Nawawi memetik kata-kata al-Qadi cIyad bahawa ia membawa dua pengertian, pertama: hati mereka tidak memahaminya dan mereka tidak mendapat manfaat daripada bacaan mereka dan kedua: segala amalan dan bacaan mereka tidak diangkat dan tidak diterima[36]. Imam al-Bukhari meriwayatkan hadith-hadith berkenaan Khawarij ini di bawah beberapa judul bab, antaranya: “Bab (pada menyatakan): dosa orang yang membaca al-Quran untuk riya’, mencari makan dengannya atau berbangga dengannya”[37] dan “Bab (pada menyatakan): bacaan orang jahat dan munafiq serta suara mereka dan bacaan mereka tidak melepasi halqum mereka”[38].

6. Mengkafir Dan Memerangi Umat Islam.

Sabda Nabi s.a.w. (maksudnya): “…Mereka memerangi orang Islam tetapi membiarkan saja para penyembah berhala”. Ibn Umar r.a. mengangap mereka sebagai sejahat-jahat makhluk dan beliau (Ibn Umar) berkata: “Mereka mencari ayat-ayat al-Quran yang ditujukan kepada orang kafir tetapi mereka tujukannya kepada orang beriman”[39]. Al-Qadi Abu Bakr Ibn al-Arabi membahagikan puak khawarij kepada dua kumpulan: Pertama, kumpulan yang mengkafirkan semua para Sahabat r.a. yang terlibat dalam perang Jamal, Siffin dan yang reda dengan Majlis Tahkim. Kedua, kumpulan yang mengkafirkan sesiapa saja yang melakukan dosa besar[40]. Manakala al-Hafiz Ibn Hajar menegaskan bahawa puak an-Najdah menambah pegangan takfir khawarij kepada sesiapa saja yang tidak keluar memerangi orang Islam, meskipun orang itu berpegang dengan aqidah mereka”[41].

7. Penyelewengan Aqidah

Imam Abu Hasan al-Ashcariyy (M 330 H) menegaskan bahawa pegangan tauhid Khawarij sama dengan pegangan Muktazilah dan mereka sepakat menganggap al-Quran sebagai makhluk (bukan Kalam Allah)[42]. Kemudian al-Ashcariyy huraikan pegangan tauhid Muktazilah yang berkisar pada konsep tactil dan takwil, seperti mentakwilkan sifat istiwa’(meninggi) dengan maksud istaula (memerintah) dan mengatakan Allah berada di mana-mana tempat[43]. Puak Khawarij mempunyai titik kesepakatan dari segi mengkafirkan Khalifah cUthman Ibn cAffan dan cAli Ibn Abi Talib r.a. serta semua yang terlibat dalam Perang Jamal, Siffin dan Majlis Tahkim. Sebagaimana mereka juga sepakat berpegang kepada hukum wajib melucut, memerangi dan membunuh pemimpin yang jahat meskipun kejahatan itu hanya pada kacamata mereka sahaja[44].

Pendapat Khawarij Yang Bercanggah

Selain daripada ciri-ciri di atas, puak-puak khawarij juga berpegang dengan pelbagai pendapat yang menyalahi pendapat Ahli Sunnah Wa Al-Jamaah dan saling bercanggah hatta di kalangan mereka sendiri. Antara pendapat mereka yang dilihat sebagai salah dan bercanggah itu ialah[45]:

1. Segala perbuatan hamba mengikut kehendak Allah semata-mata.

2. Menolak ijtihad dan berpegang dengan zahir al-Quran.

3. Menolak taklif sebelum diutus Rasul.

4. Menolak adanya azab kubur.

5. Harus tiada khalifah bagi umat Islam kerana mereka tidak perlu kepadanya.

6. Harus membunuh kanak-kanak dan wanita pihak yang menyalahi mereka.

7. Pelaku dosa besar adalah kafir dan kekal dalam neraka.

8. Tidak sah berkahwin dengan orang yang tidak mengkafirkan cUthman dan cAli r.a.

9. Semua orang yang menyalahi mereka adalah kafir atau musyrik.

10. Orang yang tidak berhijrah kepada mereka adalah musyrik.

11. Wajib menguji kesetiaan orang yang berhijrah kepada mereka dengan cara menyuruh orang itu membunuh tawanan. Jika tidak sanggup bermakna munafiq dan mereka akan membunuhnya.

12. Anak-anak orang yang menyalahi mereka adalah kekal dalam Neraka.

13. Menganggap negeri orang yang menyalahi mereka sebagai negeri kafir.

14. Menggugurkan hukum rejam ke atas penzina yang sudah beristeri.

15. Mengharuskan kekufuran para Nabi a.s. sebelum dan selepas mereka dilantik menjadi nabi.

16. Memotong tangan pencuri sampai ke bahu.

17. Wajib solat dan puasa ke atas perempuan haid.

18. Wajib qada solat ke atas perempuan haid sebagaimana qada puasa.

19. Mendakwa ayat 204 surah al-Baqarah khusus untuk Ali r.a.

20. Mendakwa ayat 207 surah al-Baqarah sebagai khusus untuk cAbd ar-Rahman Ibn Muljim (pembunuh Ali r.a.).

21. Penyokong mereka tidak akan masuk neraka Jahannam, jika berdosa mereka akan diazab dengan azab selain neraka Jahannam.

22. Sebahagian mereka menggugurkan hukum hudud bagi peminum arak, manakala sebahagian yang lain pula mengenakan hukuman yang sangat berat.

23. Melakukan dosa kecil secara berterusan adalah suatu kesyirikan bagi yang tidak menyokong mereka, tetapi bagi para penyokong mereka ia tidak pula dianggap syirik meskipun melakukan dosa besar.

24. Mengharuskan at-taqiyyah.

25. Harus melantik wanita sebagai Khalifah Agung.

26. Harus berkahwin dengan anak perempuan cucu lelaki (cicik) dan anak perempuan anak saudara lelaki.

27. Sifat munafik itu hanya khusus bagi golongan yang disebutkan dalam al-Quran.

Antara Ahbash Dan Khawarij

Puak Ahbash[46] pimpinan Abdullah al-Harari al-Habsyi yang muncul dan berpusat di Lubnan dilihat antara kelompok semasa yang paling banyak mempunyai persamaan dengan ciri-ciri puak Khawarij. Persamaan itu dilihat dari beberapa aspek, antaranya:

1. Kemunculan puak Ahbash di Lubnan ketika negara itu berada dalam konflik perang saudara sama seperti puak Khawarij dahulu yang muncul ketika umat Islam berpecah belah. Nabi s.a.w. bersabda (maksudnya): “Mereka keluar (menentang khalifah) ketika orang ramai dalam keadaan berpecah belah”. Sebagaimana puak Khawarij mengambil kesempatan untuk menyebarkan kesesatan mereka ketika keadaan umat Islam di zaman khalifah Ali r.a. berpecah belah, maka demikianlah juga puak Ahbash mengambil peluang untuk menyebarkan kesesatan mereka ketika Negara Lubnan berada dalam keadaan huru-hara akibat perang saudara.

2. Mengaburi masyarakat dengan slogan dan gelaran indah, seperti gelaran ahli sunnah wa al-jamaah bagi puak mereka, gelaran al-allamah al-muhaddith (ulama hadith) bagi guru mereka al-Harari dan gelaran samahah asy-shiekh (gelaran mufti) bagi tokoh mereka yang bernama Nizar al-Halabi. Mereka juga mengaburi para pelajar Islam yang belajar di luar Negara seperti di Switzerland dengan dakwaan kononnya mereka adalah wakil Universiti al-Azhar Mesir.

3. Mengeluarkan fatwa-fatwa yang bercanggah dengan nas dan pendapat ulama muktabar, seperti boleh melihat, bercampur dan bersalam dengan wanita bukan mahram, boleh bertabarruj dan memakai wangi-wangian bagi wanita yang keluar rumah tanpa izin suami, boleh makan riba dan boleh bersolat dengan pakaian bernajis.

4. Mengatakan al-Quran itu adalah lafaz Jibril bukan Kalam Allah S.W.T.

5. Menafi atau mentakwil nas-nas Sifat Allah S.W.T.

6. Beriktiqad bahawa segala perbuatan hamba adalah mengikut kehendak Allah semata-mata.

7. Mengamal dan menggalakkan bidah seperti memohon hajat pertolongan di kubur, amalan tasauf sesat dan sambutan maulid.

8. Mencela para Sahabat r.a. terutamanya Muawiyah, Khalid Ibn al-Walid dan Aisyah r.a.

9. Mengkafir dan memerangi para ulama yang tidak sehaluan dengan mereka seperti Sheikh Islam Ibn Taimiyyah, Ibn al-Qayyim, Imam az-Zahabi, Muhammad Abdul Wahab, Nasiruddin Albani, Sayyid Sabiq, Sayyid Qutb, Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, Muhammad al-Ghazali, Yusuf al-Qaradawi, Muhammad Said Ramadan al-Buti dan lain-lain. Mereka juga telah mengkafir dan memerangi para ulama Lubnan seperti Sheikh Subhi Saleh dan Faisal Maulawi sehingga ramai yang terpaksa melarikan diri ke Mesir dan Arab Saudi. Bahkan mereka telah mengkafir dan membunuh Mufti Lubnan yang bernama Hassan Khalid.

Kesimpulan

Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka dapat disimpulkan bahawa sesiapa sahaja hari ini yang mempunyai ciri dan sifat seperti khawarij, maka dialah yang layak untuk digelar khawarij moden. Demikian juga sebarang perkumpulan yang memiliki dasar dan pegangan yang sama dengan dasar dan pegangan khawarij, maka merekalah yang layak untuk digelar puak khawarij moden. Semakin banyak aspek persamaan, maka semakin dekatlah mereka dengan golongan tersebut. Meskipun mereka juga menyatakan kebencian terhadap Ibn al-Kawwa’, Ibn Muljim atau tokoh-tokoh khawarij lain dan meskipun mereka tidak pernah mengaku mereka khawarij, namun jika ideologi dan cirinya sama, maka mereka tetap khawarij. Ya, mereka adalah khawarij dari segi amalan dan pegangan, meskipun mereka bukan khawarij dari segi nama. Nama khawarij tentu tidak wujud pada mana-mana jamaah pada hari ini, kerana tiada sesiapa pun yang begitu bodoh untuk memakai nama kumpulan yang telah disepakati sebagai sesat. Tetapi amalan dan pegangan khawarij mungkin wujud sama ada dalam konteks individu atau kumpulan. Justeru, kertas ini mengajak sekelian kita supaya bermuhasabah agar kita dapat menjauhkan diri, keluarga dan masyarakat daripada terpalit dengan sebarang ciri dan ideologi khawarij yang sesat dan menyesatkan itu.



[1] Kertas dibentangkan dalam Daurah Ta’lim Sunnah Siri II, anjuran INTIS Consultant & Training di Surau al-Muhajirin, Taman Sri Ukay, Kuala Lumpur pada 20 September 2008.

[2] Bermaksud: Orang yang berhukum, kerana mereka mendakwa berhukum kepada Allah S.W.T.

[3] Bermaksud: Orang yang menjual, kerana mereka mendakwa menjual nyawa kepada Allah S.W.T.

[4] Nisbah kepada perkampungan al-Harura’ di Iraq yang menjadi tempat perkumpulan mereka.

[5] Nama ini tersebut dalam kitab Maqalat al-Islamiyyin Wa al-Ikhtilaf al-Musallin.

[6] Kata jama’ bagi an-Nasib yang bermaksud: Orang yang sangat kuat penentangannya.

[7] Bermaksud: Orang yang keluar.

[8] Al-Ashcariyy, Abu al-Hasan cAli Ibn Ismacil (M 330 H), Maqalat al-Islamiyyin Wa al-Ikhtilaf al-Musallin, Maktabah an-Nahdah al-Misriyyah, Kaherah, Mesir, 1969, 1: 206. cAbd Al-Qadir Syaibah Al-Hamd, Al-Adyan Wa al-Firaq Wa Al-Mazahib Al-Mucasarah, Universiti Islam Madinah, Arab Saudi, t.th, hal: 103.

[9] Muhammad Muhyiddin Abd al-Hamid, Hasyiah Maqalat al-Islamiyyin Wa al-Ikhtilaf al-Musallin, Maktabah an-Nahdah al-Misriyyah, Kaherah, Mesir, 1969, 1: 167. cAbd Al-Qadir Syaibah Al-Hamd, Al-Adyan Wa al-Firaq Wa Al-Mazahib Al-Mucasarah, hal: 103.

[10] cAbd Al-Qadir Syaibah Al-Hamd, Al-Adyan Wa al-Firaq Wa Al-Mazahib Al-Mucasarah, hal: 103.

[11] Muhammad Muhyiddin Abd al-Hamid, Hasyiah Maqalat al-Islamiyyin Wa al-Ikhtilaf al-Musallin, 1: 167.

[12] cAbd Al-Qahir Ibn Tahir al-Baghdadi, Al-Farq Baina Al-Firaq, Al-Maktabah Al-cAsriyyah, Beirut, Lubnan, 1995, hal: 72.

[13] cAbd Al-Qadir Syaibah Al-Hamd, Al-Adyan Wa al-Firaq Wa Al-Mazahib Al-Mucasarah, hal: 103.

[14] Kata al-Kirmani: “Golongan salaf tidak mencukur rambut mereka kecuali untuk ibadat haji dan umrah atau kerana keperluan, sedangkan puak khawarij menjadikannya suatu tabiat sehingga ia menjadi syiar dan identiti bagi mereka”. Lihat: Al-cAsqalaniyy, Ahmad Ibn cAli Ibn Hajar, Fath al-Bari Bi Sharh Sahih al-Bukhari, Dar al-Macrifah, Beirut, t.th, 13:537.

[15] Al-Bukhari, No: 3166, 3414, 3415, 4094, 4770, 6531, 6532, 6533, 6995, 7121, 7122, 7123 dan Muslim, No: 1064-1066.

[16] Muslim, 2:740, No: 1064.

[17] Dr. Ibrahim Anis dan rakan-rakan, Al-Mucjam Al-Wasit, Mujamma Al-Lughah Al-cArabiyyah, Kaherah, Mesir, t.th, hal: 795.

[18] Al-Quran, Sad, 38: 86.

[19] Al-Bukhari, Muhd. Ibn Ismail, Sahih Al-Bukhari, Dar Ibn Kathir, Beirut, 1987, 6: 2658, No: 6863.

[20] Al-Quran, Al-Maidah, 5: 101.

[21] Al-Bukhari, Muhd. Ibn Ismail, Sahih Al-Bukhari (bersama Fath Al-Bari), Dar Al-Macrifah, Beirut, t.th, 11: 306, No: 6473.

[22] Al-cAsqalaniyy, Ahmad Ibn cAli Ibn Hajar, Fath al-Bari Bi Sharh Sahih al-Bukhari, Dar al-Macrifah, Beirut, t.th, 11: 307.

[23] Al-Bukhari, No: 315 dan Muslim, No: 335.

[24] Al-Bukhari, Muhd. Ibn Ismail, Sahih Al-Bukhari, Dar Ibn Kathir, Beirut, 1987, 1: 23, No: 39.

[25] Ibid, 3: 1104, No: 2873.

[26] Ibid, 5: 2269, No: 5773.

[27] Al-Bukhari, No: 1153 dan 5776.

[28] Riwayat berkenaan amalan para Sahabat RA.

[29] Abu cAbd Ar-Rahman ialah kuniyah bagi Ibn Mascud RA.

[30] Al-Bukhari, Muhd. Ibn Ismail, Sahih Al-Bukhari, Dar Ibn Kathir, Al-Yamamah, Beirut, 1987, No: 3166, 3415, 4094, 4770, 4771, 6531, 6532, 6995 dan 7123. Muslim Ibn Al-Hajjaj, Sahih Muslim, Dar Ihya’ At-Turath Al-cArabiyy, Beirut, 1991, No: 1063, 1064 dan 1066.

[31] Seorang tabien thiqah dan juga murid kepada Ibn Mascud yang meriwayatkan athar tersebut.

[32] Ad-Darimi, cAbd Allah Ibn cAbd Ar-Rahman, Sunan Ad-Darimi, Dar Al-Kitab Al-cArabi, Beirut, Lubnan, 1407, 1: 79, No: 204. Sanadnya sahih. Lihat: Ad-Durar As-Saniyyah, atas talian: http://www.dorar.net./mhadith.asp.

[33] Al-Quran, Al-Ancam, 6: 57.

[34] At-Taubah, 9:111.

[35] Muslim, Dar Ihya’ at-Turath al-Arabiyy, Beirut, 1991, 2:749, No: 1066.

[36] An-Nawawi, Yahya Ibn Sharaf, al-Minhaj Fi Sharh Sahih Muslim Ibn al-Hajjaj, al-Matbacah al-Misriyyah, Kaherah, Mesir, 1929, 7:159.

[37] Al-Bukhari, Dar al-Macrifah, 9:99.

[38] Al-Bukhari, Dar al-Macrifah, 13:535.

[39] Al-Bukhari (secara ta’liq dengan lafaz jazam), Dar al-Macrifah, Beirut, t.th, 12:282.

[40] Al-cAsqalaniyy, Ahmad Ibn cAli Ibn Hajar, Fath al-Bari Bi Sharh Sahih al-Bukhari, Dar al-Macrifah, Beirut, t.th, 12:285.

[41] Ibid, 12:285.

[42] Al-Ashcariyy, Abu al-Hasan cAli Ibn Ismacil (M 330 H), Maqalat al-Islamiyyin Wa al-Ikhtilaf al-Musallin, 1: 203.

[43] Ibid, 1: 235-237.

[44] cAbd Al-Qadir Syaibah Al-Hamd, Al-Adyan Wa al-Firaq Wa Al-Mazahib Al-Mucasarah, hal: 103.

[45] Al-Ashcariyy, Maqalat al-Islamiyyin Wa al-Ikhtilaf al-Musallin, 1: 167-212 dan cAbd Al-Qadir Syaibah Al-Hamd, Al-Adyan Wa al-Firaq Wa Al-Mazahib Al-Mucasarah, hal: 108, 112, 118, 126, 133, 137 dan 144.

[46] Fakta-fakta berkenaan puak Ahbash ini dirujuk dalam Bank Ahbash, atas talian: http://bankahbash.blogspot.com/